“Selamat pagi, cantik!”
Aku mendengar sapaan yang membuat jantungku senam di pagi buta. Bahkan sebelum
aku bisa melihat wajah Nichkhun Oppa dengan jelas, aku dengan siaga menarik
jarak satu meter dari Oppa yang entah sejak kapan berbaring disebelahku.
“Apa yang Oppa lakukan
di kamarku?” tuduhku langsung, dan meskipun aku bisa merasakan pakaian yang
menempel ditubuhku, aku masih menggunakan selimut untuk menutup tubuhku lebih
rapat.
“Tempat ini terlihat
seperti kamarmu, ya?” Oppa benar-benar tertawa lepas.
Aku menatap tempat
sekelilingku dengan pandangan yang masih buram, dan dalam seketika wajahku
berubah merah seluruhnya. Ternyata aku tidak sedang berada dikamarku sendiri,
tapi di kamar cadangan yang biasa digunakan Oppa tidur ketika dia harus lembur
di warnet.
“Apa semalam aku
ketiduran setelah makan?” Aku mencoba mengingat-ingat. Tapi ingatan yang
berhasil kuingatkan justru kenangan yang menyedihkan, saat aku menangis
sendirian dibalik bilik agar tidak terlihat oleh Oppa.
“Mungkin.” Jawab Oppa
pendek.
Binar tawa masih
tersisa di matanya, dan itu terlihat indah. Sungguh pemandangan yang
menyenangkan dipagi hari. Tapi…
“Aku menemukan kamu
tertidur dibilik pojok. Melihat wajah kacaumu sepertinya kamu tertidur pulas
setelah puas menangis sebelumnya.”
“Tidak mungkin.” Aku
menyapu rambut pagiku dengan jari. Memangnya
sekacau apa sih wajahku? “Lalu kenapa Oppa tidak membangunkanku?”
“Memangnya kamu mudah
untuk dibangunkan? Dilihat dari bobot juga tidak mungkin untuk digendong.”
Heol. Dia benar.
“Jadi aku ikut tidur
disini untuk menjagamu.”
“Apa?” tanyaku
terkejut. “Oppa tidur dimana?”
“Tentu saja
disebelahmu, memangnya ada tempat lain lagi?” Aku ternganga mendengar jawaban
itu. “Rasanya tubuhku memar-memar karena tangan usilmu…” Oppa berlalu pergi
sambil menguap, meninggalkan aku dan otakku yang kosong.
“Oppa kan bisa tidur di
bilik!!” Aku mengejar keluar dengan kesal, meskipun sebenarnya perasaan senang
lebih mendominan hatiku. Coba kalau semalam aku tidak terlalu pulas.
“Teganyaaa… Untuk
mengangkatmu ke kamar itu saja sudah membuat punggungku sakit.” Oppa masih saja
mengelak, dan sekarang aku hampir tidak bisa mempertahankan wajah kesalku.
“Tapi—”
“Eunjung!!!” sebuah
teriakan meledak dari arah pintu.
Omo!!
Eomma?? Secara reflek aku bersembunyi dibalik punggung
Oppa.
“Pagi, Eommonim.” Oppa
menyapa dengan senyum hangat, tapi bukan tanggapan baik yang dia terima. Eomma
justru terlihat kesal karena dipanggil Eommonim oleh orang tidak dia suka.
“Apa kalian berdua
tidur disini?” hardik Eomma langsung.
“Tentu saja tidak.
Eunjung tidur di kamar pegawai dan saya tidur di bilik.” Oppa mengedip padaku
saat dia menoleh kebelakang.
Heol. Jadi dia hanya
bercanda saat bilang dia semalam tidur disebelahku? Huh—baiknya…
Melihat matanya yang masih curiga sepertinya
Eomma akan meluncurkan pertanyaan lagi, tapi ternyata tidak.
“Ayo pulang!” ajak
Eomma langsung. “Kamu tau ini jam berapa?”
“Masih subuh, kan?” Aku
menoleh ke jendela sambil meringis. Oppa
jinja...
Aku pasrah saat Eomma
menarik tanganku keluar bersamanya. Tapi baru mencapai pintu tiba-tiba dia
memutar tubuhnya kembali.
“Apa disini ada kamar
mandi?” Dia bertanya pada Oppa yang baru saja mengulat lagi.
“O—ada!” jawab Oppa.
“Eomma mau ritual perut
dulu?” aku bertanya dengan rasa penasaran 0,1%.
“Ritual apa? Kamu itu
yang harus ritual dulu. Kamu mandi sekalian disini, sana!”
“Lho kok?” Aku bingung.
Oppa terlihat sama bingungnya denganku. Tapi toh akhirnya aku menurut juga.
Anggap saja ini kesempatan untuk bisa tampil seksi didepan Oppa. Dia mungkin
akan terpesona melihat betapa cantiknya aku ketika aku baru selesai mandi. 하 하 하
Aku menghabiskan waktu
hampir setengah jam sendiri untuk mandi dan keramas. Bahkan warnet yang tadinya
tutup sudah terisi oleh beberapa pelanggan saat aku kembali menghampiri Eomma
yang sepertinya baru saja berbicara dengan Oppa.
“Sudah?” Aku mengangguk
untuk menjawab pertanyaan Eomma.
“Eunjung-ah, fighting!”
Oppa tiba-tiba memberi semangat.
“Apa?” aku malah
bingung.
“Eunjung, ayo!” Eomma
yang tadinya sudah tiba di depan kembali lagi untuk menyeretku pergi
bersamanya.
….
“Mobil siapa itu?” Aku
bertanya saat melihat sebuah mobil yang masih terlihat baru terparkir di depan
rumah kami. “Apa itu mobil baru untukku?”
“Mobil baru apa?” Eomma
menjawab dengan sedikit ketus. Sisa emosi semalam, mungkin. “Itu mobil tamu.”
“Tamu siapa?”
“Tamu untuk kamu.”
Langkahku seketika
terhenti. “Eomma sudah dapat lagi? Secepat itukah?”
“Dia orang yang sama,
yang kemarin datang kesini. Sepertinya dia benar-benar serius ingin dekat
dengan kamu.” Kalimat terakhirnya terdengar jelas sekali kalau Eomma sangat
senang. Tapi aku?? Aku bisa saja melakukannya, karena dengan kaki-kaki kecilnya
Eomma tidak mungkin bisa mengejarku. Tapi apa yang Oppa katakan semalam membuat
niatku urung. Setidaknya temui orang itu dulu! Aku menyemangati diriku sendiri.
Karena alasan inikah Oppa tadi menyemangatiku? Dia benar-benar pria yang tidak
peka.
“Itu dia anaknya…”Suara
Appa terdengar dari ruang tamu begitu aku dan Eomma masuk ke rumah.
“Dia orang yang Eomma
bawa kemarin?? Wuah… Daebak!” aku tidak bisa menahan pekikan kagumku saat
pertama kali melihat wajah orang yang akan dijodohkan denganku.
“Dia keren, kan?” Eomma
terlihat bangga dengan hasil searcingnya. “Kamu sih, mata sehat Cuma buat
melihat Nichkhun saja!”
“Heol.” Aku mengikuti
Eomma mendekat ke ruang tamu. Tapi Eomma memang benar. Orang itu lebih terlihat
seperti anggota boyband atau atlet dari pada pengusaha. Dia benar-benar
kriteriaku. Mungkin setelah ini aku bisa mengucapkan selamat tinggal pada
Nichkhun Oppa.
“Chansung-ssi.
Perkenalkan, ini Eunjung.”
“Dia sangat cantik.”
Dia berkomentar.
Dasar
pembohong. Tapi aku suka. Aku menyambut uluran tangannya yang terasa
dingin.
“Kalian mungkin ingin
melanjutkannya berdua diluar.” Appa terlihat ingin bertepuk tangan karena
girang.
“Eunjung, ganti baju
dulu sana!”
Aku menurut tanpa
protes. Tanpa membutuhkan waktu lama, aku mengganti kaosku dengan dress cantik
yang dengan ajaibnya sudah disiapkan Eomma untuk kencan, dan juga memoleskan
sedikit make up ke wajahku.
“Kalau begitu kami
permisi.” Chansung-ssi berpamitan dengan sopan. Dia bahkan membukakan pintu
mobilnya untukku, dan mobil mulai melaju dengan perlahan.
Tidak ada yang
berbicara di dalam mobil. Bahkan music suara music pun tidak ada. Benar-benar
membosankan. Tapi untungnya dia tidak mengajak pergi terlalu jauh, dan dengan
sengaja berhenti di restoran keluarga yang sebenarnya cukup dekat dengan tempat
kerjaku. Dia pasti juga tidak tahan dengan siatuasi kosong tadi tapi tidak tau
bagaimana cara mengatasinya. Haruskah aku bertindak lebih dulu sebagai wanita
pemimpin? Tapi tidak. Aku harus belajar untuk bersabar juga. Meskipun
sebenarnya menurutku kencan pertama ini terlalu kuno.
“Anda ingin memesan
apa?” akhirnya aku juga yang memulai duluan. Payah.
“Langsung ingin makan?”
Dia melontarkan pertanyaan yang membuatku terkejut, dan dia juga langsung
menggunakan bahasa non-formal.
“Maksudnya?” Aku
mencoba mengimbangi meskipun terasa aneh. Okey, dia toh terlihat hampir seumuran
denganku. “Ini kan restoran. Apa kita bisa melakukan kegiatan lain selain
makan?” Heol. Dia hanya tersenyum sedikit, dan akhirnya hanya aku yang memesan
makanan. Sementara dia hanya duduk di depanku sambil terus membandingkan wajah
asliku dengan fotoku yang entah kapan dia terima dari Eomma.
“Sudah kuduga, kamu
tidak secantik di foto yang aku dapat dari Eomma-mu.” Aku tersedak oleh
makananku karena terkejut dengan kritikannya yang tiba-tiba.
“Maaf jika foto itu
membuatmu kecewa.” Aku berusaha untuk tetap tenang, meskipun tanganku yang
memegang sendok sudah terasa kaku. “Tidak perlu ada pertemuan yang kedua kalau
memang itu mengganggu.”
“Aku tidak mengatakan
kalau aku tidak ingin berkencan denganmu.” Dia mencondongkan tubuhnya kedepan,
dan membuat dirinya terlihat keren. Oke, dia memang terlihat semakin keren!
Tapi dia juga mulai membuatku kesal dengan setiap kata-kata yang dia lontarkan,
termasuk kebohongan di awal tadi. “Aku hanya ingin menegaskan kalau aku tidak
menyukaimu.”
Heol.
Dia tidak perlu menegaskan dengan begitu jelas juga. Aku
mengambil piring lain dengan suara berisik yang semoga mengganggunya.
Dia tertawa. Dan
meskipun dia terlihat semakin tampan saat tertawa seperti itu, tanganku nyaris
hilang kendali karenanya. Tidak bisa dipercaya, dia hanya menjadi kriteriaku
selama kurang dari setengah jam, dan sekarang aku benar-benar tidak
menyukainya.
“Apa kamu berharap aku
akan langsung jatuh cinta padamu di kencan pertama seperti ini?” Dia masih
tertawa, dan itu menyebalkan. “Maaf saja kalau aku sudah membuatmu jatuh cinta
lebih dulu, Eunjung-ssi.”
“Gila.” Aku mendorong
kursi kebelakang dengan kasar dan berniat untuk langsung meninggalkan tempat
itu. Tapi pria menyebalkan itu menahan lenganku dengan kuat.
“Tunggu dulu. Bukankah
ini kencan pertama kita? Apa kamu akan pergi begitu saja seperti ini?”
“Aku tidak mau
berkencan dengan psikopat sepertimu!” balasku kasar.
“Apa kamu tidak
tertarik dengan alasan kenapa aku masih ingin berkencan denganmu meskipun aku
tidak menyukaimu?”
“Tidak perlu. Aku bisa
menebak sendiri alasan lainnya itu apa.” Dia terlihat terkejut mendengar
jawabanku, dan akhirnya menyerah untuk menahanku.
“Apa kamu pikir aku
akan menyerah begitu saja dengan perjodohan ini?” kata-katanya kembali
menahanku. “Semua keluargamu sudah setuju dengan perjodohan kita, dan aku
tinggal memastikan kamu tidak akan mengacaukannya.”
“Lakukan saja kalau
kamu bisa.” Aku tidak peduli.
“Mungkin kamu perlu
tau. Aku benar-benar serius dengan perjodohan ini, dan aku akan memastikan
kalau aku akan mendapatkan apa yang aku butuhkan dari keluargamu.”
Aku terkejut mendengar
ucapannya yang mengerikan itu. Dia benar-benar pria jahat. Psikopat.
Menyebalkan. Aku mungkin akan segera menemukan umpatan baru untuknya. Aku
melangkah pergi dengan kesal.
“Pria yang bekerja
denganmu di warnet itu…” suaranya terdengar lagi, dan hal yang sama membuat
jantungku berdegup lebih cepat kali ini. “Kamu menyukai pria yang sudah
memiliki pacar itu, kan?”
Tidak
mungkin dia bisa mengetahui hal itu secepat ini.
Aku mulai merasa takut. Dia tidak sedang
bermain-main.
“Eunjung-ssi.” Aku
memutar tubuhku sekali lagi, dan menatap langsung kedalam matanya. “ Aku akan
membuatmu jatuh cinta padaku.”
Preview Next Part :
“Aku pernah mendengar alasan
yang sama dari wanita yang dulu ku kenal. Kata-kata seperti ‘Aku akan melakukan
apapun untuk tetap bisa bersamamu, meskipun hal itu menyakitiku’.” Aku melihat sesuatu yang berbeda terpancar
dari mata Chansung. “Aku benci alasan bodoh itu.”
PART 3 : Masa Lalu
Chansung
0 komentar:
Posting Komentar